Jurnal
tentang Etika Profesi Akuntansi Terhadap Kemajuan Perusahaan
IMPLEMENTASI STRATEGI PERUSAHAAN
Sri Sundari, SE, M.Si, Ak.
Abstraks
Akuntan manajemen adalah salah satu profesi yang terlibat
dalam pengelolaan perusahaan. Keterlibatan akuntan manajemen mencakup salah
satu bagian dari manajemen untuk melaksanakan fungsi sebagai penyedia informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Selaku akuntan
manajemen, profesi tersebut adalah bagian dari manajemen perusahaan sehingga
dia terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas perusahaan.
Pengukuran kinerja bertujuan untuk memotivasi manajemen dan
karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan dan mencegah mereka berperilaku
menyimpang dari yang diinginkan guna dapat tercapainya tujuan perusahaan secara
jangka pendek dan jangka panjang. Dengan demikian jelas bahwa pengukuran
kinerja dapat memberikan pengaruh positif bagi peningkatan kinerja perusahaan.
Hal ini tentu secara tidak langsung akan membantu keberhasilan aplikasi good
corporate governance dalam perusahaan.
Dengan adanya penerapan Good Corporate Governance (GCG )
dalam perusahaan, dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan,
yaitu dengan cara menerapkan lima strategi pokok, yaitu trust, integrity,
professionalism, customer focus dan excellence. Selain itu, harus ada
kepercayaan stakeholders dan manajemen dalam menetapkan pentingnya nilai-nilai
budaya untuk menjadi acuan dan harus dihayati oleh segenap anggota perusahaan
dalam menjalankan operasional perusahaan
Keynote: akuntan manajemen, good
corporate governance dan strategi perusahaan
Pendahuluan
Kemajuan di bidang industri mengharuskan perusahaan untuk
berkembang sejalan dengan kemajuan tersebut. Kondisi ini menyebabkan perusahaan
berlomba-lomba melakukan diversifikasi produk atau menghasilkan produk dengan
biaya yang paling rendah (cost leadership).
Setiap industri tentunya ingin tetap mempertahankan entitas
bisnisnya dalam kondisi bagaimanapun termasuk ditengah kondisi perekonomian
yang kompleks dan memasuki era globalisasi. Berbagai strategi dilakukan agar
industri tetap survive. Strategi yang dilakukan tentunya berkaitan erat dengan
visi dan misi perusahaan dalam rangka memenuhi tujuan perusahaan baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
Secara umum tujuan jangka pendek perusahaan adalah
memperoleh laba dan tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mempertahankan
entitas bisnisnya (survive). Untuk memenuhi tujuan ini akuntan manajemen
sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan oleh top manajemen dalam
pengambilan keputusannya, harus menjaga tingkat kompetensi profesional yang
dimiliki dengan terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keahliannya dan
mengungkapkan semua informasi yang relevan dan dapat diharapkan mempengaruhi
pemahaman pemakai laporan keuangan.
Oleh karena akuntansi manajemen hanya ditujukan untuk
melayani keperluan informasi para pemakai internal, yaitu pihak manajemen
perusahaan, maka dukungan bidang akuntansi ini terhadap terciptanya good
corporate governance tidaklah terlihat secara langsung. Akuntansi manajemen
dapat memberikan kontribusinya bagi keberhasilan dan peningkatan aplikasi good
corporate governance, seperti strategi yang dapat meningkatkan posisi bersaing
dan tentunya juga kinerja perusahaan.
Dalam akuntansi manajemen dikenal sistem pengendalian biaya
yang terdiri dari akuntansi biaya dan manajemen biaya. Akuntansi biaya
bertujuan untuk menghitung dan mengalokasikan biaya kepada produk sehingga
harga pokok produk dapat ditetapkan secara benar dan akurat. Meskipun aspek
efisiensi juga ikut menjadi perhatian, namun fokus utama akuntansi biaya ini
adalah kepada kandungan biaya. Sebaliknya manajemen biaya terarah terutama
kepada tujuan untuk menurunkan biaya dan perbaikan yang berkelanjutan. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa keduanya bertujuan agar perusahaan dapat
menghasilkan produk yang efisien dan harga pokoknya telah dihitung secara
akurat. Hal ini jelas akan sangat membantu manajemen dalam mengelola perusahaan
secara efisien dan efektif, yang tentunya akan memberikan kontribusi yang
berarti juga bagi aplikasi good corporate governance.
Dengan tersedianya informasi akuntansi manajemen (terutama
informasi biaya) pihak manajemen akan lebih mudah dalam proses pengambilan
keputusan. Semakin baik informasi yang dipersiapkan oleh akuntan manajemen,
maka akan semakin baik pula kualitas keputusan yang dibuat oleh manajemen..
Keputusan yang terbaik tentunya akan memberikan profit yang optimal bagi
perusahaan. Profit yang optimal tentu akan meningkatkan kesejahteraan para
pemegang saham, manajemen dan karyawan perusahaan dan jelas sejalan dengan
tujuan dari aplikasi good corporate governance.
Pengukuran kinerja bertujuan untuk memotivasi manajemen dan
karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan dan mencegah mereka berperilaku
menyimpang dari yang diinginkan guna dapat tercapainya tujuan perusahaan secara
jangka pendek dan jangka panjang. Dengan demikian jelas bahwa pengukuran
kinerja dapat memberikan pengaruh positif bagi peningkatan kinerja perusahaan.
Hal ini tentu secara tidak langsung akanm membantu keberhasilan aplikasi good
corporate governance dalam perusahaan.
Sistem pengukuran kinerja perusahaan telah berkembang dengan
pesat, yang sebelumnya hanya terfokus pada aspek keuangan saja seperti
menggunakan metode ROI (Return on Investment), RI (Residual Income) atau EVA
(Economic Value Added), kini ada sistem pengukuran kinerja yang kontemporer,
yaitu pengukuran kinerja yang lebih menyeluruh, tidak hanya terfokus pada aspek
keuangan saja, namun aspek non keuangan juga diperhatikan seperti aspek
pelanggan, aspek proses bisnis internal serta aspek pembelajaran dan
pertumbuhan.
Keberhasilan sebuah perusahaan dalam memenangkan persaingan
dan sekaligus mencapai kinerja yang tinggi sangat ditentukan oleh apa dan bagaimana
strategi yang digunakannya. Strategi merupakan langkah-langkah tindakan guna
mewujudkan tujuan dan misi perusahaan. Dua strategi yang utama terdiri atas
product differentiation dan cost leadership. Differentiation adalah strategi
berupa penciptaan dan pemeliharaan produk yang unik menurut persepsi
konsumen, sementara cost leadership adalah strategi untuk menghasilkan produk
berkualitas dengan biaya yang termurah. Untuk dapat menjalankan
strategi-strategi ini, akuntan manajemen amat berperan dalam penyediaan
informasi yang diperlukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa akuntan manajemen
secara langsung juga ikut membantu keberhasilan penerapan atau aplikasi good
corporate governance.
Pengukuran dan Implementasi Good
Corporate Governance (GCG)
Dalam mewujudkan GCG pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia, terdapat dua aspek keseimbangan, yaitu keseimbangan internal dan
eksternal. Keseimbangan internal dilakukan dengan cara menyajikan informasi
yang berguna dalam evaluasi kinerja, informasi tentang sumber daya yang
dimiliki perusahaan, semua transaksi dan kejadian internal, dan informasi untuk
keputusan manajemen internal. Sedangkan keseimbangan eksternal dilakukan dengan
cara menyajikan informasi bisnis kepada para pemegang saham, kreditur, bank,
dan organisasi lainnya yang berkepentingan.
Untuk mewujudkan dua aspek keseimbangan tersebut, terdapat
empat prinsip dasar praktik GCG yang telah dibahas didepan. Keempat prinsip
dasar ini harus menjadi acuan dalam penyelenggaraa perusahaan. Salah satu cara
untuk mewujudkannya adalah dengan menyediakan informasi secara terbuka dan
lengkap tentang aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam laporan keuangan
tahunannya.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1994 telah menyatakan bahwa
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus mengikuti prinsip full
disclosure. Demikian pula pihak BAPEPAM sebagai regulatory body pasar modal di
Indonesia, sudah menentukan bahwa semua perusahaan yang telah go-public di
Indonesia harus menjalankan prinsip full disclosure dalam laporan keuangannya
dan hal ini merupakan bagian dari upaya penerapan GCG.
Untuk menjamin terlaksananya mekanisme governance,
sebenarnya dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995 telah diatur
beberapa hal yang harus dilakukan oleh perusahaan. Khusus mengenai prinsip
transparansi keuangan, dalam Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa direksi
perusahaan diharuskan menerbitkan laporan keuangan yang meliputi laporan
keuangan interim (tengah tahunan) dan laporan keuangan tahunan (annual report)
yang harus diaudit oleh akuntan publik dan dipublikasikan dalam surart kabar
nasional.
Lebih lanjut, pihak BAPEPAM melalui aturannya nomor 38 tahun
1996 lebih memperjelas aturan tersebut dengan mengeluarkan aturan tentang
hal-hal apa saja yang harus dirinci oleh perusahaan publik dalam menerbitkan
laporan keuangan tahunan mereka (Herwidayatmo, 2000). Laporan keuangan tahunan
harus mencakup ikhtisar data keuangan penting perusahaan untuk periode lima tahun,
analisis dan pembahasan oleh manajemen, penjelasan mengenai investasi atau
divestasi, transaksi yang mengandung benturan kepentingan, dan transaksi dengan
pihak afiliasi serta laporan keuangan tahunan yang telah diaudit.
Upaya untuk menegakkan prinsip Good Corporate Governance
pada perusahaan yang telah go-publik oleh BAPEPAM terus berlangsung. Tujuannya
adalah (a) menjaga kelangsungan usaha perusahaan dengan pengelolaan yang lebih
baik, struktur organisasi yang jelas,dan system informasi manajemen yang
akurat. (b) mengurangi adanya Asymmetry Information antara menejemen dan
pemilik perusahaan,dan (c) menjaga kepercayaan publik dengan pengungkapan
informasi yang berkualitas dalam laporan tahunannya.
Meskipun upaya penerapan GCG terus berlangsung, namun
praktik GCG di perusahaan di Indonesia masih ada kelemahan-kelemahan. Menurut
Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan
konsep GCG dapat dikelompokkan menjadi (a) adanya konsentrasi kepemilikan oleh
pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik,
pengawas dan direktur, (b) tidak efektifnya dewan komisaris, dan (c) lemahnya
law enforcement.
Struktur didefiniskan sebagai satu cara bagaimana aktivitas
dalam organisasi dibagi, diorganisir dan dikoordinasi (Stoner, Freeman dan
Gilbert, 1995). Struktur governance dapat diartikan sebagai suatu kerangka
dalam organisasi untuk menerapkan berbagai prinsip governance sehingga prinsip
tersebut dapat dibagi, dijalankan dan dikendalikan. Secara spesifik, struktur
governance harus didesain untuk mendukung jalannya aktivitas organisasi secara
bertanggungjawab dan terkendali.
Pada dasarnya struktur governance diatur oleh Undang-undang
sebagai dasar legalitas berdirinya sebuah entitas. Misalnya dalam model
Anglo-Saxon, struktur governance akan terdiri dari RUPS ( Rapat Umum Pemegang
Saham ), Board of Directors ( representasi dari para pemegang saham/pemilik ),
serta Executive Managers (manajemen yang akan menjalankan aktivitas ).Model
Anglo-Saxon ini disebut dengan Single-board system yaitu struktur
Corporate Governance yang tidak memisahkan keanggotan dewan komisaris dan dewan
direksi. Dalam sistem ini anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan
direksi dan kedua dewan ini disebut sebagai board of directors.
Perusahaan-perusahaan di Inggris dan Amerika serta negara-negara lain umumnya
berbasis single-board system yang dipengaruhi langsung oleh
model Anglo-Saxon.
Tujuan GCG pada intinya adalah menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak tersebut adalah pihak internal
yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan dan pihak eksternal yang
meliputi investor, kreditur, pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholders). Dalam praktiknya Corporate Governance berbeda di
setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum,
struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan
beberapa versi yang menyangkut prinsip-prinsip Corporate Governance, namun pada
dasarnya mempunyai banyak kesamaan.
Menurut Cadbury Report (1992), prinsip utama GCG adalah
keterbukaan, integritas dan akuntabilitas. Sedangkan menurut Organization for
Economic Corporation and Development atau OECD, prinsip dasar GCG adalah:
kewajaran (fairness), akuntalibitas (accountability), transparansi
(transparency), dan responlibilitas (responsibility). Prinsip – prinsip
tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh GCG telah diterapkan dalam
perusahaan. Keempat prinsip dasar diatas adalah sebagai berikut:
1.
Kewajaran (fairness)
Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan
jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas
termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Praktik kewajaran
juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakannya yang jelas
dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham
dari praktik kecurangan (fraud) dan praktik-praktik insider trading yang
dilakukan oleh agen/manajer. Prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi
masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer
karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda
(conflict of interest).
2.
Akuntabilitas (Accountability).
Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang
mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan.
Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris dan direksi
independent dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu
solusi mengatasi Agency Problem yang timbul antara pemegang saham dan direksi
serta pengendaliannya oleh dewan komisaris. Praktik-praktik yang diharapkan
muncul dalam menerapkan akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris
untuk melakukan monitoring, evaluasi dan pengendalian terhadap manajemen guna
memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan
yang jelas di jajaran direksi.
3.
Transparansi (Transparency).
Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas
informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat
tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena
itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat
waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Prinsip ini
diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasiskan
standar akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan
pengungkapan yang berkualitas, mengembangkan teknologi informasi dan sistem
informasi akuntansi manajemen untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang
memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh dewan komisaris dan
direksi, termasuk juga mengumumkan jabatan yang kosong secara terbuka (Tjager
dkk, 2003). Dengan kata lain prinsip transparansi ini menghendaki adanya
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan
dalam penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki perusahaan.
4.
Responsibilitas (Responsibility).
Responsibilitas diartikan sebagai tanggungjawab perusahaan
sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku
serta pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial. Responsibilitas menekankan
pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan
kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut
untuk merealisasikan tujuan yang hendak dicapai GCG, yaitu mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat,
pemerintah, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lainnya.
Untuk dapat menjalankan good governance yang diharapkan, top
manajemen bekerja sama dengan akuntan manajemen harus melengkapi dirinya
dengan berbagai strategi yang dapat melancarkan pencapaian tujuan
tersebut. Strategi pokok yang perlu dilakukan adalah:
1. Menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di dalam perusahaan
2. Memperbaiki
image perusahaan, menigkatkan penerapan Good Corporate Governance dan
memperkuat kapabilitas perusahaan.
3. Melanjutkan
pengembangan bisnis pada seluruh segmen yang telah ditetapkan.
4. Meningkatkan
efisiensi operasional.
5. Meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia melalui penerapan corporate values,
performance culture, sales dan risk culture.
Peran Akuntan Manajemen
Akuntan manajemen adalah salah satu profesi yang terlibat
dalam pengelolaan perusahaan. Keterlibatan akuntan manajemen mencakup salah
satu bagian dari manajemen untuk melaksanakan fungsi sebagai penyedia informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Selaku akuntan
manajemen, profesi adalah bagian dari manajemen perusahaan sehingga dia
terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas perusahaan.
IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan
pernyataan tentang standar perilaku etis seorang akuntan manajemen, yaitu
antara lain adalah:
1.
Kompetensi, akuntan manajemen bertanggungjawab untuk menjaga tingkat kompetensi
professional yang dimiliki dengan terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keahliannya
dan melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum peraturan dan
standar teknis yang berlaku.
2.
Kerahasian, akuntan manajemen tidak boleh membocorkan informasi tentang
perusahaan yang tanpa ijin.
3.
Integritas, akuntan manajemen harus dapat menghindari konflik internal dengan
pihak perusahaan dan selalu mendiskusikan masalah yang timbul dengan top
manajemen untuk mencari solusinya.
4.
Objektivitas, akuntan manajemen harus mengungkapkan semua informasi yang relevan
dan dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman pemakai laporan, komentar dan
rekomendasi yang dikeluarkan.
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik
efektifitas operasional perusahaan, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja merupakan proses pengukuran
kinerja sampai sejauh mana manajemen mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan
atau seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan.
Dengan adanya penerapan GCG dalam perusahaan, dalam jangka
panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yaitu dengan cara menerapkan
lima strategi pokok yang telah dibahas di atas. Selain itu, harus ada
kepercayaan stakeholders dan manajemen menetapkan pentingnya nilai-nilai budaya
untuk menjadi acuan dan harus dihayati oleh segenap anggota perusahaan dalam
menjalankan operasional perusahaan.
Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan
manajemen secara signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan
masing-masing prinsip GCG sebagai berikut:
1.
Prinsip Kewajaran (Fairness)
Laporan keuangan dikatakan wajar bila laporan keuangan
tersebut memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion) dari akuntan publik. Laporan keuangan yang wajar berarti laporan
keuangan tersebut tidak mengandung salah saji material,disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, dalam hal ini
Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Bagi akuntan manajemen, meskipun dia bekerja untuk pihak
manajemen, mereka tetap harus memegang profesionalisme mereka karena akuntan
sebagai profesi dalam melaksanakan tugasnya dibatasi oleh kode etik dan mereka
harus tetap menjaga public trust dari masyarakat. Memang sering terjadi konflik
dalam diri akuntan manajemen yang bekerja pada perusahaan karena di satu pihak
mereka harus tetap memegang kode etik profesi namun dilain pihak kadangkala
mereka harus keinginan manajemen perusahaan tempat mereka (akuntan manajemen)
bekerja untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan kode etik.
Bila terjadi hal yang demikian, keputusan untuk bediri pada pihak yang mana ada
pada diri akuntan manajemen. Bila akuntan manajemen tersebut memiliki
integritas dalam melaksanakan tugasnya, tentu dia tetap memegang etika profesi
untuk mengukapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan secara
fair sesuai dengan prinsip dan standar yang berlaku. Dengan ditegakkannya
prinsip fairness ini, paling tidak akuntan manajemen berperan membantu pihak
stakeholdelrs dalam menilai perkembangan suatu perusahaan dan membantu mereka
untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan perusahaan yang lainnya. Untuk
itu, laporan keuangan yg disajikan harus memiliki daya banding (comparability).
Daya banding dapat diperoleh jika informasi akuntansi disajikan secara
konsisten, baik konsisten dalam pemakaian metode akuntansi maupun konsisten
dalam pengukurannya. Jika penggunaan metode dan prinsip penyajian setiap
tahunnya berbeda, akan sulit kiranya para pemakai informasi akuntansi untuk
melakukan perbandingan atau melakukan penilaian terhadap perkembangan usaha
perusahaan.
2.
Prinsip Akuntabilitas (Accountability) merupakan tanggung jawab manajemen
melalui pengawasan yang efektif yaitu dengan dibentuknya komite audit. Akuntan
manajemen melakukan tinjauan atas reliabilitas dan intregitas informasi
akuntansi dalam laporan keuangan dan laporan operasional lain beserta kriteria
untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari laporan tersebut.Untuk
alasan itulah profesi akuntan manajemen sangat diperlukan dan mempunyai peranan
yang penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas.
3.
Prinsip Transparansi (Transparency)
Prinsip transparansi berhubungan dengan kualitas informasi
yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan
kualitas penyajian informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu
akuntan manajemen dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat,
tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Untuk
itu, informasi yang ada dalam perusahaan harus diukur, dicatat, dan dilaporkan
oleh akuntan manajemen sesuai dengan prinsip dan standar akuntansi yang berlaku
dalam hal ini Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Prinsip transparansi ini
menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam penyajian pengungkapan yang lengkap (full disclosure)
atas semua informasi yang dimiliki perusahaan.
Peran akuntan manajemen menjadi penting terutama dalam hal
penyajian informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan secara
transparan kepada para pemakai laporan keuangan. Hal ini sesuai dengan salah
satu aturan BAPEPAM yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan publik
harus mengandung unsur keterbukaan (transparan) dengan mengungkapkan kejadian
ekonomis yang bermanfaat kepada para pemakai laporan keuangan. Praktik yang
dikembangkan dalam rangka transparansi, diantaranya perusahaan diwajibkan untuk
mengungkapkan transaksi-transaksi penting yang berkaitan dengan perusahaan,
risiko yang dihadapidan rencana/kebijakan perusahaan yang akan dijalankan.
Selain itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada semua pihak tentang
struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.
4.
Prinsip Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip ini berhubungan dengan tanggung jawab perusahaan
sebagai anggota masyarakat yaitu dengan cara mengakomodasi kepentingan
pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah,
asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip ini berkaitan juga dengan kewajiban
perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku.Seiring dengan
pertumbuhan sosial masyarakat yang menuntut adanya tanggung jawab sosial
perusahaan, profesi akuntan manajemen juga mengalami perubahan peran. Pelaporan
informasi non-keuangan ini secara umum telah terakomodasi dalam pernyataan
Standar Akuntansi keuangan (PSAK) nomor satu tentang Penyajian Laporan
Keuangan. Dalam PSAK nomor satu ini dinyatakan bahwa perusahaan dapat pula
menyajikan laporan tambahan, khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting. Untuk itulah sudah saatnya akuntan manajemen
mengungkapkan informasi tentangaktivitas perusahaan yang mengangkut aspek SEE (
Social, Ethical, dan Environment). Peran akuntan manajemen untuk menegakkan
prinsip ini semakin berkembang dengan adanya Indonesia Sustainability
Reporting Award (ISRA) yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia,
Bapepam, BEJ, Kementerian Negara lingkungan hidup, dan in Forum for Corporate
Governance Indonesia pada bulan Juni 2005. Tujuan ISRA ini adalah memberikan
award kepada perusahaan yang telah menerapka dan membuat Sustainability
Reporting ( SR ) dengan baik guna mendorong perusahaan untuk lebih peduli
terhadap lingkungan dan masyarakat. SR adalah pengungkapan ( disclosure )
tentang kegiatan perusahaan yang menyangkut aspek keuangan, aspek sosial, dan
aspek lingkungan yang merupakan tanggungjawab sosial perusahaan ( Satyo,
2005 ). Dalam proses penyiapan ISRA ini, peran akuntan manajemen sangat besar.
Akuntan yang menjadi top management, dapat membuat kebijakan –kebijakan yang
mendorong penyajian Sustainability Reporting, sedangkan akuntan yang
berada pada midle manajement dapat berperan dalam penilaian dan pengukuran
aktivitas SEE perusahaan serta dampak yang dipengaruhinya.
Kesimpulan
Keberhasilan sebuah perusahaan dalam memenangkan persaingan
dan sekaligus mencapai kinerja yang tinggi sangat ditentukan oleh apa dan
bagaimana strategi yang digunakannya. Strategi merupakan langkah-langkah dan
tindakan guna mewujudkan tujuan dan misi perusahaan. Dua strategi yang utama
terdiri atas product differentiation dan cost leadership. Differentiation
adalah strategi berupa penciptaan dan pemeliharaan produk yang unik menurut
persepsi konsumen, sementara cost leadership adalah strategi untuk menghasilkan
produk berkualitas dengan biaya termurah. Untuk dapat menjalankan
strategi-strategi ini, akuntan manajemen sangat berperan dalam penyediaan
informasi yang diperlukan oleh top manajemen. Jadi dapat dikatakan bahwa
akuntan manajemen secara langsung ikut membantu dalam keberhasilan penerapan
good corporate governance (GCG).
Bagi akuntan manajemen, meskipun dia bekerja untuk pihak
manajemen, mereka tetap harus memegang profesionalisme mereka karena akuntan
manajemen sebagai profesi dalam melaksanakan tugasnya dibatasi oleh kode etik
dan mereka harus tetap menjaga public trust dari masyarakat dan memiliki
integritas dalam melaksanakan tugasnya, tentu dia tetap memegang etika profesi
untuk mengungkapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan
secara transfaran/ fair sesuai dengan prinsip dan standar yang berlaku . Dengan
ditegakkannya prinsip fairness ini, paling tidak akuntan manajemen berperan
membantu pihak stakeholders dalam menilai perkembangan suatu perusahaan dan
membantu mereka untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan perusahaan yang
lainnya.
Akuntan manajemen melakukan tinjauan atas reliabilitas dan
intertigritas informasi dalam laporan keuangan dan laporan operasional lain
beserta kriteria untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari
laporan tersebut.
Untuk alasan itulah profesi akuntan manajemen sangat
diperlukan dan mempunyai peranan yang penting untuk menegakkan prinsip
akuntabilitas.
Peran akuntan manajemen menjadi penting terutama dalam hal
penyajian informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaa secara
transparan kepada pemakai laporan keuangan. Praktik yang dikembangkan dalam
rangka transparansi diantaranya perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan
transaksi-transaksi penting berkait dengan perusahaan, risiko yang dihadapi dan
rencana/kebijakan perusahaan ( corporate action ) yang akan dijalankan. Selain
itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada semua pihak tentang
struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.
Dalam proses penyiapan ISRA (Indonesia Sustainability
Reporting Award) ini, peran akuntan manajemen sangat besar. Akuntan manajemen
yang menjadi top management, dapat membuat kebijakan-kebijakan yang
mendorong penyajian Sustainability Reporting, sedangkan akuntan manajemen yang
berada pada middle management dapat berperan dalam penilaian dan pengukuran
aktivitas SEE (Social, Ethical dan Environment) perusahaan serta dampak yang
dipengaruhinya.
REVIEW
JURNAL ETIKA PROFESI AKUNTANSI
JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN,
VOL. 11, NO. 1, MEI 2009: 13-20
Pengaruh Profesionalisme,
Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan,
dan Etika Profesi Terhadap
Pertimbangan Tingkat Materialitas
Akuntan Publik
Arleen
Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto
Trisakti School of Management
Email: arleen@stietrisakti.ac.id,
siou_chiang@yahoo.com
ABSTRAK
Untuk
mempertahankan kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan,
akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Adapun
kompetensi tersebut adalah profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi
kekeliruan dan pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh
profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam
proses pemeriksaan laporan keuangan. Data diperoleh melalui kuisioner survei
yang diisi oleh akuntan senior sampai partner yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian
menunjukan bahwa profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertimbangan
tingkat materialitas akuntan publik dalam proses memeriksaan laporan keuangan.
Kata
kunci: Profesionalisme,
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan,etika profesi dan
pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik.
PENDAHULUAN
Semakin
meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap
independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar
dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang
membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan
audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan
audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik
profesi.
Seorang
akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata–mata
bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari
klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut
untuk memiliki kompetensi yang memadai.
FASB dalam
Statement of Financial Accounting Concept No.2, menyatakan bahwa
relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi
akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas
relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk
memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) yang berlaku di Indonesia.
Profesionalisme
telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan
kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi
akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti dkk. (2003)
dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban
sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan
seprofesi.
Selain
menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik
juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung
pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga
diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh persaingan tidak sehat
dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus
mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan
audit.
Penelitian
ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dkk. (2003).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) obyek
penelitian, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di Jakarta. Dengan
mengambil KAP di Jakarta sebagai obyek penelitian diharapkan dapat merepresentasikan
KAP di Indonesia karena sebagian besar KAP big 4 dan KAP non big 4
berada di Jakarta; (2) penambahan variabel independen, yaitu pengetahuan
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan yang diambil dari penelitian Sularso
dan Na’im (1999), dan etika profesi yang diambil dari penelitian Murtanto dan
Marini (1999). Akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya
dalam melakukan proses audit khususnya dalam memberikan pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Selain pengetahuan, akuntan
juga dituntut etika dalam profesinya sehingga pertimbangan tingkat materialitas
dalam proses audit laporan keuangan diberikan. Sewajarnya sesuai dengan kondisi
sebenarnya.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis ingin membuktikan secara empiris pengaruh
profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan.
RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan
publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan secara empiris?
HIPOTESIS
H1:
Profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
H2:
Pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh secara
positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan
keuangan.
H3: Etika
profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas
dalam proses audit laporan keuangan. Model penelitian dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar
1 Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
METODE
PENELITIAN
Obyek
penelitian yang diambil adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar pada
Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) 2008 di wilayah Jakarta
dengan akuntan publik yang bekerja di KAP dijadikan sebagai responden. Para
akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal dua tahun,
memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan
publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang memiliki pengalaman dalam
menentukan tingkat materialitas.
Metoda sampling
yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu pemilihan sampel
berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan untuk memilih
sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan melalui survai kuisioner
yang dikirmkan kepada responden baik secara langsung atau melalui contact
person. Jumlah kuisioner yang dikirimkan kepada responden sebanyak dua
ratus, kuisioner yang direspon sebanyak seratus lima puluh.
Profesionalisme
Profesionalisme
merupakan sikap seseorang profesionalisme terdiri dari dua puluh empat item
instrument, seperti yang pernah digunakan oleh Hastuti dkk. (2003), yang diukur
dengan menggunakan tujuh poin skala likert untuk mengukur tingkat
profesionalisme akuntan publik.
Pengetahuan
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan
Sularso
dan Na’im (1999) menyatakan akuntan yang memiliki pengetahuan dan keahlian
secara profesional dapat meningkatkan pengetahuan tentang sebab dan konsekuensi
kekeliruan dalam suatu siklus akuntansi. Variabel pengetahuan akuntan publik
ini diukur dengan menggunakan sembilan belas item instrumen untuk mendeteksi
macam–macam kekeliruan yang terjadi dalam siklus penjualan, piutang dan
penerimaan kas. Pengukuran variabel ini dilakukan dengan angka 1 dan 0, poin 1
diberikan jika jawaban responden sesuai dengan harapan penulis dan poin 0
diberikan jika jawaban responden tidak sesuai dengan harapan penulis.
Instrumen
untuk mengukur variabel ini pernah digunakan oleh Sularso dan Na’im (1999) dan
Fahmi (2002).
Etika
Profesi
Etika
profesi yang dimaksud pada penelitian ini adalah Kode Etik Akuntan Indonesia,
yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan
kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi
dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian,
kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan
penyempurnaan kode etik.
Terdapat
delapan belas item instrumen yang digunakan untuk mengukur etika profesi dengan
tujuh poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh Murtanto dan Marini
(2003).
Materialitas
Materialitas
adalah besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat
dari keadaan yang melingkupinya, yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut (Mulyadi 2002:158).
Item instrumen yang digunakan sebanyak delapan belas pernyataan dengan tujuh
poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh Hastuti dkk. (2003).
Alat
analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah multiple regression
analysis dengan model persamaan sebagai berikut:
Mat=
β0+β1Prof+β2PAK+β3EP+β4LM+ β5Po+β6Pd+ β7G+ β8Um+ε (1)
Keterangan:
1) Mat: Materialitas; 2) Prof:
Profesionalisme; 3) PAK: Pengetahuan akuntan publik
dalam mendeteksi kekeliruan; 4) EP:
Etika profesi; LM: 5) Lama Kerja; 6) Po: Posisi; 7) Pd:
Pendidikan; 8) G: Gender; Um:
Umur; ε= error term.
PEMBAHASAN
Dalam
pengujian hipotesis, penelitian memasukan variabel karakteristik responden
seperti lama bekerja di KAP, jabatan pekerjaan,tingkat pendidikan, gender dan
umur yang merupakan variabel kontrol. Tujuan memasukan variabel kontrol adalah
mengendalikan hasil penelitian agar tidak dipengaruhi oleh perbedaan
karakteristik responden.
Statistik
deskriptif dapat dilihat dalam Tabel 2 dan hasil pengujian hipotesis dapat
dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Profesionalisme,
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi
terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hasil
statistik deskriptif menunjukan bahwa rata-rata responden memberikan nilai pada
variabel profesionalisme sebesar 5,420, pengetahuan akuntan publik sebesar
0,865, etika profesi sebesar 6,004, pertimbangan tingkat materialitas sebesar
5,327. Sedangkan untuk deviasi standar profesionalisme sebesar 0,755,
pengetahuan akuntan publik sebesar 0,179, etika profesi sebesar 0,767,
pertimbangan tingkat materialitas sebesar 0,569. Nilai minimum dan nilai
maksimum yang diberikan responden untuk variabel profesionalisme sebesar 3,05
sampai dengan 7, pengetahuan akuntan publik sebesar 0,24 sampai dengan 1, etika
profesi sebesar 3,29 sampai dengan 7, pertimbangan tingkat materialitas sebesar
3,44 sampai dengan 6,81.
Sebelum
dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk
menguji pemenuhan syarat regresi. Hasil uji asumsi klasik menunjukan bahwa
semua asumsi terpenuhi yang dapat dilihat pada Tabel 3. Selain uji asumsi
klasik, model regresi yang diajukan memenuhi kelayakan model terlihat dari
nilai F8,136 sebesar 7,647 dengan p-value 0,000, artinya model regresi
merupakan model yang baik guna dipakai dalam enyederhanaan dunia nyata.
Hasil
pengujian hipotesis satu terlihat pada koefisien profesionalisme yang bernilai
positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004)
yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis satu terbukti. Hasil pengujian
hipotesis satu menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme berpengaruh secara
positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis satu
konsisten dengan hasil penelitian Hastuti dkk. (2003) yang memberikan bukti
empiris bahwa semakin tinggi profesionalisme akuntan publik semakin baik pula
pertimbangan tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian
hipotesis dua terlihat pada koefisien pengetahuan akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan yang bernilai positif (0,613) dan signifikan pada p-value
di bawah 0,05 (p=0,01) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis
dua terbukti. Hasil pengujian hipotesis dua menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh secara
positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
Terbuktinya
hipotesis dua konsisten dengan hasil penelitian Noviyani dan Bandi (2002) yang
memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi pengetahuan akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
Hasil
pengujian hipotesis tiga terlihat pada koefisien etika profesi yang bernilai
positif (0,233) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,002)
yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis tiga terbukti. Hasil pengujian
hipotesis tiga menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh secara positif
terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis tiga
konsisten dengan hasil penelitian Agoes (2004) yang memberikan bukti empiris
bahwa semakin tinggi akuntan publik metaati kode etik semakin baik pula
pertimbangan tingkat materialitasnya.
Berdasarkan
Tabel 3, hasil penelitian ini tidak terpengaruh oleh karakteristik dari
responden, yaitu lama kerja dan posisi dalam Kantor Akuntan Publik, tingkat
pendidikan, gender dan umur. Terbuktinya hipotesis satu, dua dan tiga
tidak terpengaruh oleh karakterisitik-karakteristik tersebut.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian ini mendukung semua hipotesis dan konsisten dengan penelitian
Hastuti dkk. (2003). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa profesionalisme,
pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh
secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik,
pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik
semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit
laporan keuangan.
Hasil
penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik dalam
meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan meningkatkan profesionalisme
akuntan publik, memberikan pengetahuan yang memadai bagi akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi
dalam setiap pelaksanaan proses audit atas laporan keuangan sehingga dapat
dihasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas. Bagi akuntan publik, menjadi
sumber tambahan informasi bagi pertimbangan tingkat materialitas dalam
melaksanakan audit atas laporan keuangan klien, sehingga dapat meningkatkan
prestasi dan kualitas audit serta dapat menambah pengetahuan serta pengalaman
akuntan publik tersebut dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi
sebagai seorang akuntan publik.